Saturday, December 31, 2011

Cara Budidaya Jamur Tiram

Jamur ada beberapa jenis antara lain jamur tiram, jamur merang, dan jamur kuping. Namun jamur yang lazim dikonsumsi masyarakat adalah jamur tiram. Banyak kandungan yang terdapat pada jarum tiram protein, lemak, fosfor, besi, thiarmin dan riboflavin lebih tinggi dibanding dengan jamur lainnya.

Budidaya jamur tiram memiliki keunggulan dan kemudahan dalam pemeliharaannya. Budidaya jamur tiram unggulan ada di negara Cina, Spanyol, Prancis, Belgia, dan Thailand. Apabila anda akan membudidayakan jamur tiram hal yan perlu diperhatikan menciptakan dan menjaga kondisi lingkungan akan pertumbuhan jamur tiram.

Bila kondisi lingkungan jamur tiram sudah mendukung, sekarang saya lanjutkan bagaimana cara teknik budidaya jamur tiram. Cara budidaya jarum tiram yang benar sebagai berikut.

Ruangan Budidaya Jamur Tiram
Pada dasarnya bangunan bisa memanfaatkan ruangan yang ada dalm rumah, biasanya bangunan untuk budidaya Jamur Tiram bangunan jamur terdiri dari beberapa ruangan, diantaranya:
- Ruang persiapan
Ruang persiapan adalah ruangan yang berfungsi untuk melakukan kegiatan Pengayakan, Pencampuran, Pewadahan, dan Sterilisasi.

- Ruang Inokulasi
Ruang Inokulasi adalah ruangan yang berfungsi untuk menanam bibit pada media tanam, ruang ini harus mudah dibersihkan, tidak banyak ventilasi untuk menghindari kontaminasi (adanya mikroba lain).

- Ruang Inkubasi
Ruangan ini memiliki fungsi untuk menumbuhkan miselium jamur pada media tanam yang sudah di inokulasi (Spawning). Kondisi ruangan diatur pada suhu 22 – 28 derajat C dengan kelembaban 60% – 80%.

- Ruang Penanaman
Ruang penanaman (growing) digunakan untuk menumbuhkan tubuh buah jamur. Berfungsi untuk menyiram dan mengatur suhu udara pada kondisi optimal 16 – 22 derajat C dengan kelembaban 80 – 90%.

Peralatan Dan Bahan Budidaya Jamur Tiram
Peralatan yang digunakan pada budidaya jamur diantaranya, Mixer, cangkul, sekop, filler, botol, boiler, gerobak dorong, sendok bibit, centong.
Bahan-bahan yang digunakan dalam budidaya jamur tiram adalah Serbuk kayu, bekatul (dedak), kapur (CaCO3), gips (CaSO4), tepung jagung (biji-bijan), glukosa, kantong plastik, karet, kapas, cincin plastik.

Persiapan Bahan
Bahan yang harus dipersiapkan diantaranya serbuk gergaji, bekatul, kapur, gips, tepung jagung, dan glukosa.

Pengayakan
Serbuk kayu yang diperoleh dari penggergajian mempunyai tingkat keseragaman yang kurang baik, hal ini berakibat tingkat pertumbuhan miselia kurang merata dan kurang baik. Mengatasi hal tersebut maka serbuk gergaji perlu di ayak. Ukuran ayakan sama dengan untuk mengayak pasir (ram ayam), pengayakan harus mempergunakan masker karena dalam serbuk gergaji banyak tercampur debu dan pasir

Pencampuran
Bahan-bahan yang telah ditimbang sesuai dengan kebutuhan dicampur dengan serbuk gergaji selanjutnya disiram dengan air sekitar 50 – 60 % atau bila kita kepal serbuk tersebut menggumpal tapi tidak keluar air. Hal ini menandakan kadar air sudah cukup.

Pengomposan
Pengomposan adalah proses pelapukan bahan yang dilakukan dengan cara membumbun campuran serbuk gergaji kemudian menutupinya dengan plastic.

Pembungkusan (Pembuatan Baglog)
Pembungkusan menggunakan plastik polipropilen (PP) dengan ukuran yang dibutuhkan. Cara membungkus yaitu dengan memasukkan media ke dalam plastik kemudian dipukul/ditumbuk sampai padat dengan botol atau menggunakan filler (alat pemadat) kemudian disimpan.

Sterilisasi
Sterilisasi dilakukan dengan mempergunakan alat sterilizer yang bertujuan menginaktifkan mikroba, bakteri, kapang, maupun khamir yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur yang ditanam. Sterilisasi dilakukan pada suhu 90 – 100 derajat C selama 12 jam.

Inokulasi (Pemberian Bibit)
Inokulasi adalah kegiatan memasukan bibit jamur ke dalam media jamur yang telah disterilisasi. Baglog ditiriskan selama 1 malam setelah sterilisasi, kemudian kita ambil dan ditanami bibit diatasnya dengan mempergunakan sendok makan/sendok bibit sekitar + 3 sendok makan kemudian diikat dengan karet dan ditutup dengan kapas.

Inkubasi (masa pertumbuhan miselium) Jamur Tiram
Inkubasi Jamur Tiram dilakukan dengan cara menyimpan di ruangan inkubasi dengan kondisi tertentu. Inkubasi dilakukan hingga seluruh media berwarna putih merata, biasanya media akan tampak putih merata antara 40 – 60 hari.

Panen Jamur Tiram
Panen dilakukan setelah pertumbuhan jamur mencapai tingkat yang optimal, pemanenan ini biasanya dilakukan 5 hari setelah tumbuh calon jamur. Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk mempertahankan kesegarannya dan mempermudah pemasaran. (Galeriukm).

Sumber : http://www.blogiztic.net/

Friday, December 30, 2011

Misteri Sidat, Sogili, Pelus (Anguilla spp.) di Indonesia

Di wilayah Pasifik Barat (sekitar perairan Indonesia) dikenal ada tujuh spesies ikan sidat yaitu : Anguilla celebensis dan Anguilla borneensis, yang merupakan jenis endemik di perairan sekitar pulau Kalimantan dan Sulawesi, Anguilla interioris dan Anguilla obscura yang berada di perairan sebelah utara Pulau Papua, Anguilla bicolor pasifica yang dijumpai di perairan Indonesia bagian utara (Samudra Pasifik), Anguilla bicolor pasifica yang berada di sekitar Samudra Hindia (di sebelah barat Pulau Sumatra dan selatan Pulau Jawa), sedangkan Anguilla marmorata merupakan jenis sidat kosmopolitan yang memiliki sebaran sangat luas di seluruh perairan tropis (Sarwono, 2000).

Ikan sidat termasuk dalam kategori ikan katadromus, ikan sidat dewasa akan melakukan migrasi kelaut untuk melakukan pemijahan, sedangkan anakan ikan sidat hasil pemijahan akan kembali lagi ke perairan tawar hingga mencapai dewasa. Sejak awal tahun 1980, jumlah glass eel yang memasuki sungai-sungai di Eropa mengalami penurunan hingga tinggal 1% dari jumlah semula (Dekker dalam Dannewitz, 2003). Menurunnya jumlah glass eel yang memasuki suatu wilayah perairan menunjukkan kemungkinan adanya penurunan kualitas lingkungan yang mengancam populasi sidat.

Ikan sidat termasuk dalam genus Anguilla, famili Anguillidae, seluruhnya berjumlah 19 spesies. Wilayah penyebarannya meliputi perairan Indo-Pasifik, Atlantik dan Hindia. Ikan sidat merupakan ikan nokturnal, sehingga keberadaannya lebih mudah ditemukan pada malam hari, terutama pada bulan gelap.

Bleeker dalam Liviawaty dan Afrianto (1998), mengatakan bahwa ikan sidat mempunyai klasifikasi sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Class : Pisces
Ordo : Apodes
Famili : Anguillidae
Genus : Anguilla
Spesies : Anguilla sp.

Jenis-jenis ikan sidat (Anguila spp.)
1. Anguilla anguilla (Linnaeus, 1758) European eel
2. Anguilla australis australis (Richardson, 1841) Shortfin eel
3. Anguilla australis schmidti (Philipps, 1925)
4. Anguilla bengalensis bengalensis (Gray, 1831) Indian mottled eel
5. Anguilla bengalensis labiata (Peters, 1852) African mottled eel
6. Anguilla bicolor bicolor (McClelland, 1844) Indonesian shortfin eel
7. Anguilla bicolor pacifica (Schmidt, 1928) Indian short-finned eel
8. Anguilla breviceps (Chu & Jin, 1984)
9. Anguilla celebesensis (Kaup, 1856) Celebes longfin eel
10. Anguilla dieffenbachii (Gray, 1842) New Zealand longfin eel
11. Anguilla interioris (Whitley, 1938) Highlands long-finned eel
12. Anguilla japonica (Temminck & Schlegel) Japanese eel
13. Anguilla malgumora (Kaup, 1856) Indonesian longfinned eel
14. Anguilla marmorata (Quoy & Gaimard, 1824) Giant mottled eel
15. Anguilla megastoma (Kaup, 1856) Polynesian longfinned eel
16. Anguilla mossambica (Peters, 1852) African longfin eel
17. Anguilla nebulosa (McClelland, 1844) Mottled eel
18. Anguilla nigricans (Chu & Wu, 1984)
19. Anguilla obscura (Günther, 1872) Pacific shortfinned eel
20. Anguilla reinhardtii (Steindachner, 1867) Speckled longfin eel
21. Anguilla rostrata (Lesueur, 1817) American eel

Ikan sidat betina lebih menyukai perairan esturia, danau dan sungai-sungai besar yang produktif, sedangkan ikan sidat jantan menghuni perairan berarus deras dengan produktifitas perairan yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan produktifitas suatu perairan dapat mempengaruhi distribusi jenis kelamin dan rasio kelamin ikan sidat. Perubahan produktifitas juga sering dihubungkan dengan perubahan pertumbuhan dan fekunditas pada ikan (EIFAC/ICES, 2000). Helfman et al. (1997) mengatakan bahwa ikan sidat jantan tumbuh tidak lebih dari 44 cm dan matang gonad setelah berumur 3-10 tahun. Anguilla sp. tergolong gonokhoris yang tidak berdiferensiasi, yaitu kondisi seksual berganda yang keadaannya tidak stabil dan dapat terjadi intersex yang spontan (Effendi,2000).

Stadia perkembangan ikan sidat baik tropik maupun subtropik (temperate) umumnya sama, yaitu stadia leptochephalus, stadia metamorphosis, stadia glass eel atau elver, yellow eel dan silver eel (sidat dewasa atau matang gonad). Setelah tumbuh dan berkembang di perairan tawar, sidat dewasa (yellow eel) akan berubah menjadi silver eel (sidat matang gonad), dan selanjutnya akan bermigrasi ke laut untuk berpijah. Lokasi pemijahan sidat tropis diduga berada di perairan Samudra Indonesia, tepatnya di perairan barat pulau Sumatera (Setiawan et al., 2003).

Juvenil ikan sidat hidup selama beberapa tahun di sungai-sungai dan danau untuk melengkapi siklus reproduksinya (Helfman et al, 1997). Selama melakukan ruaya pemijahan, induk sidat mengalami percepatan pematangan gonad dari tekanan hidrostatik air laut, kematangan gonad maksimal dicapai pada saat induk mencapai daerah pemijahan. Proses pemijahan berlangsung pada kedalaman 400 m, induk sidat mati setelah proses pemijahan (Elie, P., 1979 dalam Budimawan, 2003).

Waktu berpijah sidat di perairan Samudra Hindia berlangsung sepanjang tahun dengan puncak pemijahan terjadi pada bulan Mei dan Desember untuk Anguilla bicolor bicolor, Oktober untuk Anguilla marmorata, dan Mei untuk Anguilla nebulosa nebulosa (Setiawan et al., 2003). Di perairan Segara Anakan, Anguilla bicolor dapat ditemukan pada bulan September dan Oktober, dengan kelimpahan tertinggi pada bulan September (Setijanto et al., 2003).Makanan utama larva sidat adalah plankton, sedangkan sidat dewasa menyukai cacing, serangga, moluska, udang dan ikan lain. Sidat dapat diberi pakan buatan ketika dibudidayakan (Liviawaty dan Afrianto, 1998). Tanaka et al.(2001) mengatakan bahwa pakan terbaik untuk sidat pada stadia preleptochepali adalah tepung telur ikan hiu, dengan pakan ini sidat stadia preleptochepali mampu bertahan hidup hingga mencapai stadia leptochepali.

Kedatangan juvenil sidat di estuaria dipengaruhi oleh beberapa factor lingkungan, terutama salinitas, debit air sungai, ‘odeur’ air tawar dan suhu. Elver yang sedang beruaya anadromous menunjukkan kadar thyroid hyperaktif yang tinggi, sehingga bersifat reotropis (ruaya melawan arus). Elver juga bersifat haphobi (menghindari massa air bersalinitas tinggi) sehingga memungkinkan ruaya melawan arus ke arah datangnya air tawar (Budimawan, 2003).

Aktivitas sidat akan meningkat pada malam hari, sehingga jumlah elver yang tertangkap pada malam hari lebih banyak daripada yang tertangkap pada siang hari (Setijanto et al., 2003). Hasil penelitian Sriati (2003) di di muara sungai Cimandiri menunjukkan bahwa elver cenderung memilih habitat yang memiliki salinitas rendah dengan turbiditas tinggi. Salinitas dan turbiditas merupakan parameter yang paling berpengaruh terhadap kelimpahan. Kelimpahan elver yang paling tinggi terjadi pada saat bulan gelap.

Ikan sidat mampu beradaptasi pada kisaran suhu 12oC-31oC, sidat mengalami peurunan nafsu makan pada suhu lebih rendah dari 12oC. Salinitas yang bisa ditoleransi berkisar 0-35 ppm. Sidat mempunyai kemampuan mengambil oksigen langsung dari udara dan mampu bernapas melalui kulit diseluruh tubuhnya (Liviawaty dan Afrianto, 1998).

Sumber : http://sidatmoa.wordpress.com/2009/05/13/misteri-sidat-sogili-pelus-anguilla-spp-di-indonesia/

Thursday, December 29, 2011

Jenis Ayam Bangkok Berdasarkan Warna

Salah satu bagian menarik dari penampilan ayam aduan adalah warna bulunya. Warna bulu ayam jago begitu beragam. Ada beberapa penghobi yang justru suka mengoleksi berbagai warna tapi ada juga yang fanatik pada warna-warna tertentu.

Berikut adalah beberapa nama ayam berdasarkan corak dan warna bulunya:

WIRING
Bulu ayam bangkok jantan yang paling populer dan berkelas adalah warna wiring. Corak warna ini adalah terdiri dari warna dasar hitam dengan bulu rawis leher dan rawis ekor berwarna kuning kemerahan. Jika warna rawis yang dominan adalah kuning keemasan, maka disebut sebagai WIRING KUNING. Jika warna rawis cenderung merah tua kecoklatan disebut WIRING GALIH.

WANGKAS
Berbeda dengan wiring yang memiliki warna dasar hitam, ayam wangkas memiliki warna dasar yang hampir sama dengan rawisnya yaitu kuning kemerahan. Jika warna bulu cenderung kuning keemasan disebut WANGKAS EMAS dan jika warna lebih gelap kemerahan disebut dengan WANGKAS GENI.

KLAWU
Warna klawu memiliki warna dasar abu-abu. Jika rawisnya berwarna gelap atau abu-abu kehitaman disebut dengan KLAWU KETHEK dan jika rawisnya berwarna kuning kemerahan disebut KLAWU GENI.

BLOROK
Warna blorok adalah kondisi ketika bulu ayam berwarna totol-totol dan merupakan kumpulan dari berbagai warna. Warnak blorok yang sederhana biasanya hanya terdiri dari warna dasar putih bertotol hitam dengan rawis berwarna merah. Namun warna blorok akan dianggap istimewa jika kombinasi warna dasarnya lengkap, yaitu putih, hitam, merah dan hijau dengan rawis putih kemerahan. Warna ini disebut dengan BLOROK MADU.

JRAGEM
Warna ini adalah warna hitam, berikut rawisnya. Jika kulit tubuh, paruh, mata serta sisiknya hitam semua, disebut warna CEMANI. Untuk ayam bangkok jarang yang memiliki warna ini. Warna ini biasanya terjadi bila ada garis keturunan yang bersilangan dengan ayam kampung jenis Cemani.

JALI
Warna jali adalah warna blirik yang merupakan campuran beberapa warna tapi dalam noktah atau garis-garis kecil. Ini berbeda dengan blorok yang cenderung berpola totol. Jarang ayam bangkok yang berwarna jali. Ada orang tertentu yang sangat memburu bangkok asli dengan warna ini karena kelangkaannya dan berkesan eksotis.

PUTIH
Ayam bangkok dianggap berbulu PUTIH SETA bila ayam bangkok berbulu putih semua baik warna dasar maupun waris. Beberapa ayam jenis ini ada juga yang memiliki rawis warna lain tetapi warna dasarnya adalah putih.

Warna-warna ayam di atas adalah warna-warna utama. Dalam persilangan lebih lanjut bisa saja masing-masing warna memiliki varian yang beragam. Sebagian pengadu menganggap warna sebagai standar kualitas. Warna WIRING dan WANGKAS adalah warna paling berkelas dibanding warna-warna lain.

source : ayam-bangkok.blogspot.com

Wednesday, December 28, 2011

Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Sidat di Indonesia

A. Pendahuluan

Ikan sidat, Anguilla spp merupakan salah satu jenis ikan yang laku di pasar internasional (Jepang, Hongkong, Belanda, Jerman, Italia dan beberapa negara lain), dengan demikian ikan ini memiliki potensi sebagai komoditas ekspor.

Di Indonesia, ikan sidat banyak ditemukan di daerah-daerah yang berbatasan dengan laut dalam seperti pantai selatan Pulau Jawa, pantai barat Sumatera, pantai timur Kalimantan, pantai Sulawesi, pantai kepulauan Maluku dan Irian Barat.

Tidak seperti halnya di negara lain (Jepang, dan negara-negara Eropa), di Indonesia sumberdaya ikan sidat belum banyak dimanfaatkan, padahal ikan ini baik dalam ukuran benih maupun ukuran konsumsi jumlahnya cukup melimpah.

Tingkat pemanfaatan ikan sidat secara lokal (dalam negeri) masih sangat rendah, akibat belum banyak dikenalnya ikan ini, sehingga kebanyakan penduduk Indonesia belum familiar untuk mengkonsumsi ikan sidat. Demikian pula pemanfaatan ikan sidat untuk tujuan ekspor masih sangat terbatas.

Agar sumberdaya ikan sidat yang keberadaannya cukup melimpah ini dapat dimanfaatkan secara optimal, maka perlu dilakukan langkah-langkah strategis yang diawali dengan mengenali daerah yang memiliki potensi sumberdaya sidat (benih dan ukuran konsumsi) dilanjutkan dengan upaya pemanfaatannya baik untuk konsumsi lokal maupun untuk tujuan ekspor.

B. Sumberdaya Ikan Sidat Di Indonesia

Indonesia paling sedikit memiliki enam jenis ikan sidat yakni: Anguilla mormorata, Anguilla celebensis, Anguilla ancentralis, Anguilla borneensis, Anguilla bicolor bicolor dan Anguilla bicolor pacifica. Jenis-jenis ikan tersebut menyebar di daerah-daerah yang berbatasan dengan laut dalam. Di perairan daratan (inland water) ikan sidat hidup di perairan estuaria (laguna) dan perairan tawar (sungai, rawa dan danau) dataran rendah hingga dataran tinggi.

C. Upaya Dalam Meningkatkan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Sidat

1. Inventarisasi Potensi Sumberdaya Ikan Sidat di Indonesia

Data tentang penyebaran dan potensi ikan sidat perlu dikumpulkan dan dianalisis. Pada saat ini data-data hasil penelitian tersebar di beberapa perguruan tinggi dan lembaga-lembaga penelitian serta lembaga lainnya. Apabila dihimpun, akan tampak di lokasi-lokasi mana saja yang masih harus dilakukan inventarisasi dan informasi apa saja yang masih harus dikumpulkan sehingga datanya dapat dipetakan.

Kegiatan inventarisasi ini harus dilakukan hingga dihasilkannya suatu "peta distribusi dan potensi ikan sidat di Indonesia". Melalui peta tersebut pengguna dapat mengetahui dengan mudah mengenai penyebaran jenis, kelimpahan dan stadia ikan sidat yang ada di perairan Indonesia.

2. Sosialisasi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Sidat Kepada Masyarakat
Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia belum mengenal bentuk / rupa ikan sidat dan mencicipi rasanya. Agar ikan sidat dapat dikenal dan dapat diterima sebagai ikan konsumsi oleh masyarakat secara luas maka harus ada usaha-usaha penebaran ikan sidat di daerah-daerah yang secara alami tidak mungkin akan didapatkan ikan sidat (di luar jalur ruayanya).

Benih ikan sidat yang ditebar di suatu perairan (sungai, rawa dan danau) akan tumbuh dan ketika suatu saat tertangkap oleh pemancing atau penangkap ikan, maka mereka akan berusaha untuk mengenalinya (mengenal / mengetahui nama jenisnya) dan akan mencoba untuk mengkonsumsinya. Melalui usaha ini, lambat laun masyarakat akan menerima ikan sidat sebagai ikan konsumsi. Apabila masyarakat telah mengenal dan menerima ikan sidat sebagai ikan konsumsi, selanjutnya diharapkan masyarakat akan membutuhkan ikan tersebut dan ikan ini menjadi komoditas yang diperjualbelikan di pasar lokal.

Sejalan dengan usaha penebaran ikan sidat di perairan-perairan umum, dilakukan pula pengenalan produk-produk olahannya kepada masyarakat (misalnya: dendeng sidat, pepes, presto, sop, kobayaki, sidat asap dan lain-lain), baik melalui media masa elektronik maupun media masa cetak dan pameran-pameran.

Kegiatan ini membutuhkan waktu yang cukup lama (3 - 5 tahun), namun harus dilakukan bila ingin agar masyarakat mengenal, menyenangi dan membutuhkannya. Sasaran akhir dari kegiatan ini adalah meningkatkan permintaan masyarakat akan ikan sidat. Apabila permintaan ikan ini telah meningkat maka untuk memenuhinya otomatis akan memacu kegiatan penangkapan di tempat yang merupakan daerah penyebarannya dan juga akan memacu kegiatan budidayanya. Ikan sidat adalah ikan yang bersifat katadromos artinya ikan ini akan beruaya ke laut dalam ketika akan bereproduksi. Karena ikan ini tidak mungkin berkembangbiak di lokasi yang kita tebari, maka upaya penebaran ikan ini harus dilakukan secara berulang kali.

Dalam hal kegiatan penebaran (stocking) ke perairan umum, perlu di awali dengan uji coba pada perairan yang luasnya terbatas (misalnya di situ) dan dikaji dampaknya terhadap populasi jenis ikan lain yang ada di perairan tersebut. Dari kajian ini diharapkan akan diperoleh informasi mengenai dampak (positif atau negatif) dari kegiatan stocking tersebut. Stocking benih ikan sidat ini nantinya diharapkan selain akan dikenali oleh masyarakat juga akan mampu meningkatkan produksi ikan sidat dari perairan umum sebagaimana yang telah dilakukan di Australia.

3. Pengembangan Teknik Penangkapan Ikan Sidat di Perairan Umum
Apabila ikan sidat telah dikenal dan dibutuhkan oleh masyarakat maka kegiatan penangkapan ikan sidat di perairan umum akan meningkat. Untuk mengarahkan agar kegiatan penangkapan ini tidak bersifat destruktif bahkan mengancam kelestariannya maka perlu diperkenalkan teknik penangkapan yang sederhana dan ramah lingkungan. Di samping itu juga perlu dipikirkan dari awal, upaya-upaya konservasi di lokasi-lokasi tertentu yang merupakan jalur ruaya reproduksi ikan tersebut sehingga proses recruitment ikan tersebut tidak terganggu.

4. Pengembangan Teknik Budidaya Ikan Sidat
Sejalan dengan upaya sosialisasi ikan sidat kepada masyarakat, upaya pengenalan teknik budidayanya pun perlu dilakukan. Teknik budidaya sidat yang perlu diperkenalkan kepada masyarakat (petani ikan) adalah teknik budidaya yang sederhana yang tidak membutuhkan banyak modal. Agar biaya produksi pada budidaya ikan sidat relatif rendah maka petani perlu diberi informasi yang memadai mengenai pakan sidat. Hal ini karena 50-60% dari biaya produksi berasal dari komponen pakan, sehingga apabila pakan sidat murah maka biaya produksi akan menjadi murah (rendah).

Ikan sidat merupakan ikan karnivora murni yang membutuhkan pakan berupa hewan lain. Apabila ikan tersebut diberi pakan buatan maka kadar protein pakannya harus tinggi (> 45%) sehingga harga pakannya mahal, hal ini akan menyebabkan biaya produksi dalam budidaya sidat menjadi tinggi sehingga harga sidat bila di jual akan tinggi pula dan ini akan menghambat sosialisasi ikan sidat sebagai ikan konsumsi masyarakat.

Untuk menyiasati agar biaya produksi rendah, maka petani harus dibiasakan untuk mulai menggunakan sumber-sumber protein yang saat ini melimpah namun tidak / belum dimanfaatkan secara maksimal, misalnya: keong mas, limbah pengolahan ikan dan ternak atau hewan lain yang dapat dibudidayakan secara sederhana dan murah (misalnya: bekicot, cacing tanah dan lain-lain).

Pengembangan teknik budidaya sidat sederhana yang dilakukan oleh masyarakat (petani kecil) dengan skala usaha relatif kecil tetapi pelaksananya (jumlah petani yang terlibat) banyak diharapkan pada akhirnya mampu menghasilkan produksi ikan sidat yang cukup besar dengan harga yang relatif rendah sehingga terjangkau oleh masyarakat.

Bilamana petani-petani ikan sidat telah banyak jumlahnya dan produksi dari hasil budidayanya telah cukup tinggi dan stabil maka produksi yang tadinya untuk tujuan konsumsi lokal dapat dialihkan ke tujuan ekspor.

Agar supaya mutu produk petani dan kontinuitas produksi lebih terjamin maka petani ikan perlu menghimpun diri dalam asosiasi-asosiasi yang mampu mandiri dan mampu mengembangkan usahanya ke arah yang lebih maju.

Bersamaan dengan pengembangan budidaya di masyarakat dan oleh masyarakat, lembaga penelitian dan perguruan tinggi harus melakukan penelitian-penelitian yang mengarah pada pemecahan masalah-masalah yang dihadapi oleh petani pelaksana dan penciptaan teknologi yang lebih maju dengan tidak mengesampingkan aspek produktivitas dan efisiensi.

5. Pengembangan Teknik Pengolahan Produk Ikan Sidat
Untuk meningkatkan daya terima masyarakat akan ikan sidat dan nilai tambah ikan sidat itu sendiri, maka produk yang di jual ke konsumen seyogyanya bukan hanya dalam bentuk segar, tetapi juga dalam bentuk olahan. Oleh karena itu maka kajian-kajian tentang proses pengolahan ikan sidat perlu dikembangkan terutama produk olahan yang sangat diminati oleh konsumen lokal ataupun konsumen internasional.

D. Penutup

Potensi sumberdaya ikan sidat yang cukup besar namun pemanfaatannya belum optimal sebenarnya mampu memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat melalui penciptaan lapangan usaha dan penyerapan tenaga kerja dalam kegiatan-kegiatan penangkapan, budidaya, pengolahan dan tataniaganya apabila diupayakan secara sungguh-sungguh dan bijaksana. Untuk itu maka perlu dilakukan upaya-upaya yang sistematis dan rasional ke arah pemanfaatannya dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian dan keberlanjutan.

Daftar Pustaka
1. Affandi, R. 2001. Budidaya Ikan Sidat. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
2. Matsui, I. 1970. Theory and Practice of Eel Culture. Ameriind Publishing Co. PVT. LTD.
3. Tesch, F. W. 1977. The Eel. Biology and Management of Anguilla Eels. Chapman and Hall. London.

Sumber: Ridwan Affandi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Dalam Prosiding Seminar Riptek Kelautan Nasional
http://www.smallcrab.com/forex/534-pemanfaatan-sumberdaya-ikan-sidat-di-indonesia
Gambar : http://krismonosolo.blogspot.com/2011/04/ikan-sidat-ikan-ekonomis-penting-yang.html

Tuesday, December 27, 2011

Penyakit Ikan Sidat

Berikut artikel yang bisa menjadi informasi bagi rekan-rekan peternak sidat, tentang penyakit sidat, informasi ini disadur dari sidatkita.blogspot.com,

Penyakit yang seringkali menyerang ikan sidat dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yakni penyakit menular yang sering disebut parasit, disebabkan oleh aktivitas mikro organisme seperti bakteri jamur, virus dan protozoa. Lalu yang kedua adalah penyakit yang tidak menular, yaitu penyakit yang bukan disebabkan oleh mikro organisme, tetapi disebabkan hal lainn misal karena kekurangan pakan, keracunan konsentrasi oksigen dalam air rendah atau penyakit gelembung udara.

Dapat dikatakan bahwa penyebab langsung dari kebanyakan penyakit pada ikan sidat adalah parasit-parasit termasuk virus-virus, bakteri, jamur, dan protozoa. Penularannya semakin mudah di dalam kelompok ikan yang padat dibanding dengan di alam bebas.

Sebagai akibatnya, penyebaran penyakit yang lebih luas dapat ditemukan pada kolam budidaya sidat atau keramba . Banyak parasit, terutama yang termasuk golongan sistematika rendah tersebar luas, dan biasanya terdapat di dalam biotop atau bahkan juga di dalam tubuh ikan tanpa menyebabkan kondisi patologis.

Bakteri seperti aeromonas hydrophilla, Flexibacter columnaris, Pseudomonas flurescens ataupun Vibrio anguilarum dikatakan bersifat saprofitis dan terdapat di mana-mana (ubiquitous). Akan tetapi, dalam kondisi tertekan, bakteri tersebut dikenal sebagai penyebab penyakit, seperti haemorragic septicaemia, penyakit busuk insang (bacterial gill disease), pembusukan sirip (fin rot) dan vibriosis.

Salah satu penyebab penyakit pada sidat adalah bakteri, bakteri mempunyai daerah penyebaran relative luas sehingga hampir dapat dijumpai dimana saja. Bakteri mempunyai ukuran yang relative besar jika di bandingkan dengan virus, yaitu antara 0,3 sampai 0,5 mikron. Cara mencegah infeksi oleh bakteri adalah mengusahakan kualitas air dan lingkungan bebas dari polusi racun atau bahan kimia yang berbahaya, oksigen dalam lingkungan tetap terpenuhi, dan mencegah masuknya parasit eksternal maupun internal.

Sidat yang terkena infeksi fin rot akan kehilangan nafsu makan dan gerakan berenangnya mulai tidak teratur yang akhirnya ia akan muncul dan berenang di permukaan air. Sidat yang terserang secara eksternal akan mengalami pendarahan yang selanjutnya menjadi borok (haemorrhage) pada sirip perut dan ekor serta bagian anus. Secara internal usus dan lambung mengalami hyperemia yang akhirnya terkikis. Hati sidat yang terserang penyakit ini menjadi tidak berfungsi. Pada serangan lebih lanjut rahang bawah akan mengalami luka dan borok. Infeksi sekunder dapat terjadi jika sidat terserang oleh cotton cap.

Bakteri pathogen yang menyebabkan penyakit ini adalah Aeromonas liquefaciens yang menyerang organism sidat di air tawar dan biasanya menyerang pada suhu air 280C. Bakteri Aeromonas umumnya hidup di air tawar terutama yang mengandung bahan organic tinggi. Ada juga yang berpendapat bahwa bakteri ini hidup di saluran pencernaan. Ciri utama bekteri Aeromonas adalah bentuk seperti batang, ukuran 1-4,4 x 0,4-1 mikron, bersifat gram negative, fakultatif aerobic (dapat hidup dengan atau tanpa oksigen), tidak berspora, bersifat motil (bergerak aktif) karena mempunyai satu flagel(monotrichous flagella) yang keluar dari salah satu kutubnya. Penyakit ini senang hidup di lingkungan bersuhu 15 0C-30 0C dan pH 5,5 – 9.

Penularan bakteri Aeromonas dapat terjadi melalui air, kontak badan kontak dengan peralatan yang telah tercemaratau perpindahan sidat yang telah terserang Aeromonas dari satu tempat ke tempat lain. Salah satu penanganan terhadap serangan pathogen ini adalah dengan membuang sidat yang telah terinfeksi supaya tidak menyebar kepada sidat lainnya. Cara lain mengatasi penyakit ini adalah dengan menambahkan air tawar yang bersih untuk menurunkan suhu air kolam.

Pengobatan dapat dilakukan dengan thiazine tang diberikan melaluai pakan dengan dosis 20 mg per hari untuk sidat seberaty 100g. pemberian dilakukan secara terus menerus selama satu minggu. Sidat yang terinfeksi juga dapat diobati dengan cara merendam dalam obat furam atau sulpha.

Sumber : http://www.sidatonline.com/

Monday, December 26, 2011

Berkah dari Budidaya Ikan Sidat

Ikan sidat atau unagi banyak dikonsumsi sebagai makanan mewah di Jepang, Hongkong, dan Korea karena kandungan tinggi protein dan omega-3 yang berkhasiat untuk kesehatan tubuh. Namun, benih ikan sidat yang banyak di perairan Indonesia belum banyak dimanfaatkan di negeri sendiri.

Di Indonesia, paling sedikit ada enam jenis ikan sidat (Anguilla sp), yaitu Anguilla marmorata, Anguilla celebensis, Anguilla ancentralis, Anguilla borneensis, Anguilla bicolor bicolor, dan Anguilla bicolor pacifica.

Melihat peluang pasar yang besar, Syaiful Hanif (32) dan sepuluh rekannya yang tergabung dalam Paguyuban Patra Gesit di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, mulai menjajaki usaha budidaya ikan sidat pada akhir tahun 2008.

Teknik pembesaran ikan sidat awalnya dipelajari Syaiful di Balai Layanan Umum Pandu Karawang, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Segmentasi ikan sidat bicolor dipilih dengan benih yang didapat dari hasil tangkapan alam.

Bermodal sedikit pengalaman, paguyuban yang dipimpin Syaiful itu lantas mengajukan kredit lunak pada Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT Pertamina Tbk Rp 1,2 miliar untuk jangka waktu 3 tahun.

Kemudian, dana sebesar itu digunakan untuk membeli lahan seluas 2 hektar di Desa Lamaran Tarum, Kecamatan Cantigi, Kabupaten Indramayu.

Selain itu, dana itu untuk membangun 10 petak kolam ikan berukuran masing-masing 20 x 30 meter persegi, pembelian benih ikan sidat, serta persiapan sarana dan prasarana produksi. Di antaranya peralatan diesel mengingat di wilayah itu belum ada jaringan listrik yang memadai.

Setelah lahan disiapkan, Syaiful dan rekan-rekannya mencoba mempraktikkan pembesaran ikan sidat bicolor di lahan mereka. Namun, usaha pembesaran ikan sidat bicolor ternyata tidak mudah. Bicolor yang biasa hidup di arus pertemuan air sungai dan air laut sulit beradaptasi di kolam air tawar.

Negara tujuan ekspor

Ikan sidat adalah jenis karnivora (pemakan ikan) yang memiliki sifat katadromos, yaitu awalnya berkembang biak di laut dan selanjutnya mencari perairan umum (air tawar) untuk membesarkan diri.

Sifat itu membuat ikan sidat sulit beradaptasi dan mengubah pola makan di habitat baru kolam air tawar. Tingkat pertumbuhan ikan bicolor juga tidak merata karena ukuran benih yang ditebar tidak seragam. Usaha mereka pun berada di ambang kehancuran.

Namun, Syaiful tidak menyerah. Ia lantas menekuni riset pembesaran ikan sidat selama hampir setahun. Proses aklimatisasi diterapkan berupa penyesuaian lingkungan, temperatur, serta sortir benih ikan sebelum disimpan di kolam.

Dengan perlakuan khusus, ikan sidat bicolor yang biasanya makan ikan lain itu berubah kebiasaan menjadi rakus makan pelet. Berpijak dari hasil riset tersebut, Syaiful dan teman-temannya melanjutkan usaha. Tidak tanggung-tanggung, mereka langsung beralih dengan membidik segmentasi ikan sidat marmorata yang permintaan dan harganya di pasar internasional jauh lebih tinggi.

Ikan sidat marmorata terbukti tumbuh subur dengan tingkat hidup (SR) 80 persen. Jika dalam kurun 6 bulan pertumbuhan benih sidat hanya dari ukuran 0,2 gram menjadi 40 gram per ekor, dalam bulan ke-7 sampai ke-10 benih tumbuh pesat dari ukuran 40 gram ke 1 kilogram (kg) per ekor.

Pada panen perdana bulan Januari 2010, paguyuban itu menghasilkan panen sidat sebanyak 500 kg dan seluruhnya diekspor. Ekspor ikan hidup dengan bobot lebih dari 500 gram per ekor, harga jualnya berkisar Rp 120.000-Rp 160.000 per kg. Harganya akan semakin mahal jika bobot ikan lebih dari 1 kg per ekor, yakni Rp 120.000-Rp 180.000 per kg.

Pasar utama ekspor ikan sidat adalah Hongkong, China, dan Taiwan. ”Minat pasar ekspor yang tinggi terhadap ikan sidat membuat hasil produksi selalu terserap pasar, berapa pun jumlahnya,” ungkap Syaiful.

Ia mengakui tidak sulit mencari benih ikan. Beberapa kawasan perairan yang banyak terdapat benih ikan sidat di antaranya di pesisir Sumatera bagian barat, Sulawesi, dan pantai selatan Jawa yang berbatasan dengan laut dalam. Harga benih sidat marmorata Rp 120.000 per kg dengan ukuran benih 25 gram per ekor.

Sayangnya, seiring maraknya permintaan di pasar internasional, penyelundupan benih ikan sidat ke negara lain terus terjadi, di antaranya ke Jepang.

Penyelundupan di beberapa tempat itu mendongkrak harga benih marmorata hingga mencapai Rp 2,5 juta per kg.

Syaiful mengaku khawatir, dengan teknologi budidaya sidat di Tanah Air yang belum berkembang luas, bukan tidak mungkin masyarakat Jepang kelak akan mencuri start dalam pembudidayaan ikan sidat secara luas.

”Indonesia adalah negeri produsen benih ikan yang besar dan kaya. Tetapi, jika potensi itu tidak dimanfaatkan optimal, bisa dipastikan rakyat Indonesia sulit memperoleh nilai tambah dari perikanan,” ujar pria yang sebelumnya menekuni bisnis penjualan pulsa itu.

Salah satu ambisinya dalam waktu dekat adalah memperluas pemasaran ikan sidat ke pasar-pasar dalam negeri. ”Kalau pasar ekspor dengan mudah bisa ditembus, kenapa pasar dalam negeri justru tidak melihat potensi ini,” papar Syaiful.

Ia menargetkan produksi ikan sidat pada panen kedua bulan Juli 2010 bisa mencapai 1 ton. Ia pun berencana memberdayakan masyarakat sekitar dengan menularkan teknik pembesaran ikan sidat ke warga Indramayu.

Caranya, melepas benih ikan sidat berukuran 100 gram kepada warga untuk dibesarkan sampai ukuran 500 gram, kemudian ditampung kembali untuk dipasarkan.

Pria lulusan politeknik Jurusan Mesin ITB angkatan 1996 ini berharap pemerintah memiliki regulasi yang tegas untuk mengembangkan benih ikan sidat, memperluas teknologi budidaya lewat pemberdayaan masyarakat, serta menekan penyelundupan benih yang merugikan perikanan budidaya. (Kompas)

Sumber : http://agrobost.co.id/

Sunday, December 25, 2011

Pasar sidat makin luas, tapi benih masih terbatas

Permintaan ikan sidat baik untuk pasokan lokal maupun ekspor makin besar. Sayang, benih sidat masih berasal dari tangkapan dan belum bisa dipijahkan secara buatan. Oleh karena itu harga jual ikan sidat masih terbilang tinggi.

Penggemar makanan Jepang pasti tak asing pada unagi. Makanan yang biasa disajikan di atas nasi ini berbahan baku belut air asin alias sidat. Sidat mirip dengan belut air tawar, tapi mempunyai sirip di punggung dan dada.

Meski berasal dari laut, sidat bisa hidup di dua alam: air tawar dan air laut. Biasanya sebelum berumur dua tahun sidat hidup di muara sungai. Sesudah berumur dua tahun, baru sidat akan pindah ke laut untuk bertelur hingga kelak mati.

Selain enak disantap, sidat kaya akan kandungan gizi. Tak heran, permintaan ikan sidat cukup besar. Pusat Informasi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat, permintaan sidat untuk memenuhi kebutuhan supermarket di beberapa kota besar di Indonesia mencapai 3 ton per bulan. Dari kebutuhan sebanyak itu, selama ini yang terpenuhi baru sekitar 10%.

Kebutuhan sidat di pasar internasional jauh lebih besar, bisa mencapai 300.000 ton per tahun. Khusus pasar Jepang, kebutuhan sidat bisa mencapai 100.000 ton per tahun dan 60.000 ton di antaranya masih diimpor dari luar negeri. Oh, iya, konsumen di Jepang lebih menyukai sidat jenis bicolor, berbeda dengan konsumen di Indonesia, Korea, dan Taiwan yang lebih menggemari sidat jenis marmorata.

Yoyon Priyono, salah seorang petani ikan sidat di Lampung sekaligus Direktur CV Yonadara Sukses, mengaku dalam sehari baru bisa mengirim 200 kilogram (kg) – 1 ton ikan sidat ke beberapa perusahaan pengolahan di Jakarta, padahal permintaan yang datang bisa lebih besar dari angka itu.

Rahmat Aminudin, pemilik dari CV Satu Karya Community di Surakarta, Jawa Tengah, mengaku baru bisa menghasilkan sidat siap konsumsi sebanyak 1 ton per bulan. Padahal, kalau bisa memasok sebanyak 3 ton, pasar tetap akan menyerap. “Saat ini, kami hanya menjual ke pasar lokal,” imbuh dia.

Sidat siap konsumsi biasanya, mempunyai ukuran 200 gram – 500 gram per ekor. Harga jualnya Rp 70.000 per kg. Karena itu, dalam sebulan, Yoyon bisa mengantongi omzet sekitar Rp 100 juta. Rahmat biasanya menjual sidat dalam dua ukuran. Ukuran 250 gram per ekor harganya Rp 75.000 per kg. Adapun ukuran 500 gram harganya Rp 100.000 per kg. “Harganya sama baik sidat bicolor atau marmorata,” papar dia.

Belum bisa pijah buatan

Budidaya sidat di Indonesia lebih tepat disebut dengan pembesaran. Sebab, sidat asli Indonesia yaitu sidat sirip panjang Indonesia (Indonesian longfinned eel/Anguilla malgumora), sidat sirip panjang Sulawesi (Celebes longfin eel/Anguilla celebesensis), dan sidat sirip pendek Indonesia (Indonesian shortfin eel/Anguilla bicolor bicolor) masih belum bisa dipijahkan secara buatan. Karena itu, benih dari ikan sidat tetap harus diperoleh dari alam.

Alhasil, pasokan sidat sangat tergantung dari jumlah benih yang tersedia. Apalagi, sidat mempunyai masa musim pijah. Puncak perpijahan sidat bicolor biasanya terjadi pada bulan Mei dan Desember. Sedangkan sidat marmorata di bulan Oktober. Rahmat bilang, benih sidat (glass eel) biasanya diperoleh dari nelayan. Harganya Rp 750.000 per kg isi 6.000 ekor.

Nah proses pembesaran sidat membutuhkan waktu cukup lama, yaitu 22 bulan – 24 bulan. Para petani kecil akan cukup kesulitan kalau melakukan pembesaran dari mulai benih sampai siap konsumsi. “Berat di ongkos,” tutur Rahmat.

Karena itu, biasanya budidaya sidat dilakukan dalam beberapa tahap dan bekerja sama dengan beberapa petani plasma. Yoyon misalnya, menggaet petani di sekitar Pelabuhan Ratu dan Lampung. Rahmat pun melakukan hal yang sama. Dia menggandeng beberapa petani di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta.

Ada beberapa tahap pembesaran. Pertama, mulai benih menjadi elver (larva ukuran 5 centimeter). Pada tahap ini, Rahmat bilang memakan dua bulan. Sidat juga masih harus hidup di air payau. “Pada ukuran elver, harga per kilogram isi 250 ekor – 300 ekor seharga Rp 225.000 – Rp 300.000,” ujar dia.

Kedua, mulai elver menjadi fingerling membutuhkan waktu sekitar empat bulan. Pada ukuran ini, harga jualnya Rp 70.000 per kg dapat sekitar 20 ekor – 30 ekor. Ketiga untuk fase fingerling sampai siap konsumsi perlu waktu 16 bulan – 18 bulan. Menurut Rahmat, fase ini juga akan dibagi ke beberapa petani sehingga tidak terlalu berat pada masa perawatan.

Merawat sidat cukup mudah. Rahmat bilang, sejak pertama kali memulai budidaya sidat di tahun 2008, ia belum mengalami ada penyakit sidat yang cukup signifikan. “Paling hanya bakteri, itu pun tidak terlalu menghambat,” ujar dia.

Meski begitu, untuk menghindari serangan bakteri, sebelum sidat dimasukkan dalam kolam buatan, Anda harus memastikan bahwa kolam tersebut sudah steril. Selain itu, air yang digunakan harus air yang mengalir. “Bisa menggunakan kincir air atau air mengalir dari sumber,” kata Rahmat.

Tingkat keasaman air (pH) juga harus diperhatikan. Rahmat bilang, maksimal pH air sebesar 8,2. Menurutnya, faktor air ini sangat menentukan lama tidaknya sidat berkembang. “Biasanya kalau menggunakan air payau bisa lebih cepat besar,” ujar Rahmat.

Rahmat menyarankan, glass eel sebaiknya ditempatkan dalam akuarium yang beraerasi dan bersirkulasi baik. Dengan demikian, perkembangannya mudah dipantau. Lebih baik lagi airnya diganti sehari sekali.

Nah, kalau sudah menjadi elver, tahap berikutnya adalah dimasukkan ke dalam kolam. Ukuran kolam tergantung dari kemampuan. Dinding kolam bisa memakai beton atau bambu. Air kolam sebaiknya berwarna hijau lantaran mengandung lumut. Sidat akan lebih nyaman dalam kondisi seperti itu. Jika kolam masih dalam keadaan jernih, sebaiknya di atas kolam diberi peneduh. Kolam sebaiknya juga diberi tempat sembunyi.

Sumber : http://peluangusaha.kontan.co.id/

Perubahan Iklim Ubah Pola Migrasi Sidat Tropis

Perubahan iklim telah mengubah pola migrasi ikan sidat di perairan laut Kepulauan Indonesia. Jika biasanya ikan ini hanya bisa dilihat di laut selama setengah tahun, namun saat ini belut laut ini muncul sepanjang tahun.

Bentuknya seperti ular. Namun secara biologis karena memiliki insang dan sirip dia masuk kelompok ikan. Orang Indonesia biasa menyebutnya ikan sidat (belut laut tropis) atau bahasa latinnya anguilla sp. Jarang sekali ikan ini dikonsumsi oleh orang pribumi. Meski demikian, jangan remehkan ikan ini dari bentuknya. Sebab kandungan nutrisi ikan ini berada di atas rata-rata semua jenis ikan. Bahkan, di Eropa, Amerika, dan Jepang ikan ini laris manis dan menjadi konsumsi dari kalangan menengah ke atas karena harganya cukup mahal.

Bahkan sebagian orang Jepang percaya bahwa dengan mengonsumsi ikan ini bisa menambah stamina dan memperpanjang umur. Meskipun terkesan hanya sebagai mitos, namun secara medis ikan ini memang memiliki kandungan nutrisi protein, karbohidrat, serta omega 3 yang tinggi. Sehingga menguatkan fungsi otak dan memperlambat terjadinya kepikunan. Indonesia memiliki potensi sebagai penghasil ikan sidat jenis tropis yang melimpah.

Menurut Peneliti Bidang Sumber Daya Laut Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Hagi Yulia Sugeha menyatakan RI berpotensi menjadi penghasil ikan sidat terbesar di dunia. Sebab, ikan sidat jenis tropis yang ada di perairan laut Indonesia memiliki karakter yang unik. Sidat betina tropis memiliki kemampuan reproduksi sembilan kali lebih banyak ketimbang jenis ikan sidat dari lintang tinggi. Ini bisa dilihat dari jumlah telur yang dibawa dalam perutnya. Selain itu kemampuan memijahnya pun sepanjang tahun. Dengan kemampuan bertelur mencapai ratusan ribu bahkan jutaan telur, maka ikan ini sangat potensial untuk dibudidayakan.

“Ikan sidat merupakan menu paling mahal di Jepang disebut sebagai unagi tahun 2000-an harga ikan ini di pasar 700 yen per ekor (saat itu sekira Rp.490 ribu per ekor). Tapi kalau sudah diolah yang siap makan di restoran harganya 5.000 yen per porsi. Itu hanya orang kaya yang beli padahal hanya 1 potong,” katanya.

Meski demikian, kata dia, ikan sidat kini mulai menunjukkan pola hidup yang berbeda. Menurut Yulia, ini bisa disebabkan oleh perubahan iklim atau kondisi air yang tercemar. Selama ini dilaporkan ikan ini akan muncul di lautan hanya setengah tahun. Namun ternyata berdasarkan penelitian yang dia lakukan di Muara Sungai Poigar sebelah utara pulau Sulawesi, ikan ini bisa muncul sepanjang tahun. Selain itu, komposisi spesies ikan sidat yang masuk ke perairan laut Indonesia pun bisa berbeda. Dalam satu tahun bisa dominan sidat jenis spesies celebesensis, sedang tahun berikutnya bisa dominan marmorata.

Pengamatan yang dilakukan Yulia bersama empat peneliti dari Jepang selama kurun 1997-1999, terungkap bahwa pola migrasi sidat Muara Sungai Poigar Sulawesi tercatat ada tiga karakter spesies sidat yang melimpah. Yakni, jenis anguilla celebesensis, marmorata, dan bicolor pacifica. Selama tiga tahun penelitian celebesensis merupakan spesies paling melimpah dengan angka 73,5 persen, 79,5 persen, dan 81,9 persen. Marmorata merupakan spesies dengan kelimpahan nomor dua dengang persentase 23,8 persen, 18,8 persen, dan 17,7 persen. Sedangan bicolor pasifika hanya 2,7 persen, 1,7 persen, dan 0,3 persen.

“Selama awal bulan, belut laut ini tampak lebih melimpah saat laut pasang ketimbang saat surut. Dari hasil penelitian ini menemukan bahwa ikan sidat akan menjadi melimpah saat awal bulan dan saat laut pasang,” katanya.

Namun selama empat tahun terakhir penelitian yang dilakukan Yulia bersama tim peneliti LIPI, ditemukan pola migrasi yang berbeda dari ikan ini.

Menurut dia, ikan sidat telah mengubah tingkah laku migrasi. Dia bersama tim peneliti baru saja melaporkan tentang perubahan dominasi spesies. Celebesensis yang sebelumnya tampak melimpah kini telah digantikan oleh marmorata. Toh meskipun, kata dia, dalam bermigrasi celebesensis memang lebih dekat ke Indonesia dibandingkan marmorata dan bicolor pasifika.

“Kami menduga perubahan siklus ini karena dia mengikuti siklus perubahan iklim. Jadi mungkin 10 tahun kemudian bisa jadi celebesensis akan dominan lagi. Lha kalau dipengaruhi lagi oleh perubahan iklim itu bisa berubah sebab spesies yang bermigrasi sangat erat kaitannya dengan perubahan iklim atau lingkungan. Jadi apabila lingkungan berubah, maka pola migrasinya juga akan berubah. Misalnya sungainya rusak, tercemar dan lainnya,” paparnya.

Para ilmuwan memang sudah terlanjur khawatir. Bahwa pada 2030 mendatang diperkirakan banyak spesies akan punah. Namun kenyataannya dilaporkan bahwa Indonesia merupakan tempat bagi tujuh dari 18 spesies ikan sidat yang ada di dunia.

Bahkan hasil penelitian yang dilakukan Yulia dan Tim LIPI menemukan lima jenis spesies baru yang karakternya belum pernah di laporkan ada di dunia. Sehingga berpeluang menjadi spesies baru di luar angka 18 spesies yang telah tercatat tersebut. Selain itu, dia menemukan bahwa Indonesia tidak hanya menjadi tempat tinggal tujuh spesies sidat, namun juga ditemukan dua spesies lainnya yang termasuk bagian dari 18 spesies tersebut. Artinya Indonesia berpeluang ditempati sembilan spesies sidat yang pernah dikenal di dunia.

Tidak hanya itu, spesies moyang dari sidat yakni anguilla borneensis merupakan spesies yang hanya ada di Indonesia dan statusnya sudah endemis atau terancam punah. Wilayah Indonesia memang sangat memungkinkan sebagai tempat favorit sidat, karena karakter ikan sidat yang suka bertelur di wilayah gugusan pulau. Selain itu banyaknya gunung dan danau merupakan surga bagi ikan ini. Yulia bersama Tim peneliti sempat menemukan ikan sidat yang sudah berumur 15 tahun dengan ukuran panjang 1,72 meter dan berat 15 kg. Tingkat pertumbuhannya memang tinggi di daerah tropis.

“Curiga saya jangan-jangan 18 spesies dunia awal penyebarannya dari Indonesia kemudian menyebar ke daerah lain,” katanya.

Mempelajari pola karakter hidup ikan sidat memang unik. Ikan ini bisa hidup di air tawar maupun asin, dipercaya inilah yang menyebabkan metabolisme dan daya tahan tubuh ikan ini menjadi tinggi sehingga kandungan nutrisinya pun tinggi. Ikan sidat dewasa akan bereproduksi di laut. Sementara jutaan anakan-anakan ikan ini akan bermigrasi mencari muara dan menuju air tawar dan tinggal di sana selama bertahun-tahun.

Setelah dewasa sidat akan kembali mencari laut untuk bereproduksi begitu terus siklusnya. Ini terbalik dari ikan salmon yang justru mencari air tawar untuk melakukan reproduksi, dan anak-anaknya yang akan bermigrasi mencari laut.

Namun menurut Yulia, memang ada yang berubah dari pola migrasi sidat. Temuan lain yang dia dapatkan bersama tim peneliti adalah pola migrasi yang tidak sama antara Indonesia bagian barat, tengah, dan timur.
Penelitian yang dilakukan secara serentak di tiga wilayah tersebut dengan melibatkan banyak anggota tim peneliti menemukan bahwa musim kemarau merupakan puncak kelimpahan sidat di Indonesia bagian tengah yakni pada bulan April – Oktober. Namun kebalikannya, justru Indonesia bagian barat dan timur kelimpahannya rendah saat musim kemarau.

“Jadi kemungkinan ketemu kelimpahannya di musim penghujan. Nah implikasinya buat pengelolaannya tidak boleh sama. Kebiasaan di Indonesia, jika satu budi dayanya seperti ini maka yang lainnya juga sama. Padahal musimnya saja beda,” paparnya.

Hingga saat ini, memang eksploitasi ikan sidat masih mengandalkan hasil tangkapan alam. Biasanya ikan sidat ditangkap saat anakan untuk kemudian diekspor atau pada ukuran yang sudah besar. Meskipun di Indonesia potensinya memang melimpah dan belum tergali, namun menurut Yulia hingga saat ini belum ditemukan lokasi di mana ikan sidat ini bertelur dan bereproduksi. Jika sudah ditemukan lokasi dan karakternya, tentu akan sangat membantu pengembangan budi dayanya.

Selain itu, dia mengkhawatirkan masih ada spesies lain ikan sidat di negeri ini yang belum ditemukan. Kekhawatirannya spesies tersebut sudah punah lebih dulu sebelum dilakukan pencatatan akibat eksploitasi yang tidak mempertimbangkan keberlanjutan kehidupan ikan ini.

Sumber : http://sidatmoa.wordpress.com/2009/06/10/perubahan-iklim-ubah-pola-migrasi-sidat-tropis/

Saturday, December 24, 2011

Menjajal Peruntungan Budidaya Sidat

Meski sidat sudah cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan berbagai istilah misalnya Moa,Sogili dan lain-lain, namun budidaya ikan sidat masih cukup jarang ditekuni. Hal ini disebabkan beberapa hal seperti belum populernya masakan ikan sidat di tanah air, dan sulitnya bahan baku ikan sidat. Selain itu harga sidat masih cukup relatif mahal sehingga sidat cenderung dipasarkan untuk keperluan ekspor. Secara umum ikan sidat konsumsi di Indonesia maupun diberbagai negara masih mengandalkan tangkapan alam. Bukan mustahil lambat laun ketersediaan ikan sidat akan semakin menipis. Kondisi ini sebenarnya menjadi peluang bisnis untuk menjajal peruntungan dari budidaya sidat.

Kendala utama dari budidaya ikan sidat adalah ketersediaan bibit yang cukup sulit, hal ini disebabkan bibit sidat diperoleh dari tangkapan alam. Benih ikan sidat hasil budidaya memang belum bisa diandalkan untuk ketersediaan bibit. Konon memang ada yang sudah bisa menghasilkan benih ikan sidat, namun angka kematiannya cukup tinggi, sehinga praktis belum bisa mensuplai kebutuhan budidaya tepatnya pembesaran sidat.

Sidat sendiri memiliki siklus kehidupan yang cukup unik, masa hidupnya dihabiskan pada air tawar dan melakukan proses perkawinan dan pemijahan pada kawasan laut dalam. Anak sidat (Glass eel) perlahan-lahan menuju perairan tawar dan menghabiskan masa hidupnya di air tawar. Sidat baru menuju laut pada saat akan melakukan pemijahan.

Memelihara Sidat Masa Anakan (Glass Eel)

Anakan sidat atau disebut dengan Glass Eel biasanya diperoleh dari tangkapan alam dengan bobot sekitar 0.33 gram per ekor. Harganya glass eel lumayan mahal, bisa mencapai 900 ribu per kilogram. Namun satu kilogram glass eel terdiri atas ribuan benih sidat yang siap dibesarkan. Memelihara sidat pada usia ini merupakan masa yang rentan karena kematian glass eel cukup tinggi. Maka pada masa ini harus hati-hati dalam pemeliharaannya.

Pada tahap ini glass eel hasil tangkapan dikarantina pada bak fiber/akuarium/bak semen untuk disterilkan dari berbagai macam penyakit. Ukuran bak sekitar 3-4 m² dengan kepadatan tebar sekitar 10-15 kg/m2. Makanan yang diberikan untuk glass eel ini adalah pelet starter atau pakan alami seperti kutu air,larva ikan, cacing sutra dan lain-lain.

Pada saat ukuran sidat mencapai sekitar 5 gram/ekor, mereka dipindahkan ke kolam pemeliharaan yang lebih besar (6-8 m²) dan kepadatan tebar (50-75 kg / m²). Pada ukuran ini sidat sudah dapat mencerna pakan pellet kering (1 mm).

Pembesaran Sidat

Sidat dapat dibudidayakan secara intensif maupun ekstensif, jika tersedia lahan yang luas budidaya sidat dapat dilakukan di kolam dengan luas 1000 sampai dengan 1500 m². Ini biasa dilakukan oleh petani di Eropa. Namun jika tidak tersedia lahan yang cukup luas sidat dapat dibudidayakan pada bak fiber, bak semen atau bahkan kolam terpal.

Sistem ini terdiri dari tangki persegi atau lingkaran 25-100 m², biasanya dibangun dari semen atau fiberglass. Benih sidat yang ditebar pada ukuran 50 g,kepadatan mencapai hingga 100-150 kg / m².

Kolam untuk budidaya sidat diusahakan berwarna hijau dan diberi tempat untuk berlindung.Karena di habitat alam sidat biasa bersembunyi pada lubang dan dibalik bebatuan. Pada kolam pemeliharaan bisa diberikan pralon, ban bekas atau rumpon-rumpon sebagai tempat persembunyian.

Pemberian Pakan kering Extruded (1,5-3 mm) diberikankan beberapa kali sehari secara otomatis. Karena sidat merupakan tangkapan alam, perlu dibiasakan dengan makanan buatan pabrik, dengan melatihnya sedikit demi sedikit. Karena sidat merupakan binatang malam maka pemberian makan sidat baik diberikan pada malam hari atau waktu subuh.

Sidat sendiri merupakan binatang carnivora sehingga memberikan makanan alami seperti ikan runcah, keong, bekicot dan makanan-makanan lain sangat bagus untuk pertumbuhan dan perkembangan sidat. Selain itu sidat memiliki karakteristik menyukai makanan yang tenggelam, sehingga dalam memilih pelet pilih pelet yang teggelam.

Tingkat pertumbuhan individu sidat sangat berbeda,karena itu grading paling tidak setiap 6 minggu diperlukan dalam rangka untuk mencapai kinerja pertumbuhan yang tinggi secara keseluruhan. Grading dilakukan untuk memisahkan sidat yang pertumbuhannya cepat dan sidat yang lambat sehingga tidak kalah berebut makanan

Pemanenan Sidat

Sidat biasa dikonsumsi pada ukuran sekitar 500 gram ke atas, namun ada pula yang mengkonsumsi ukuran di bawah itu. Sebelum dipanen sidat perlu dipuasakan terlebih dahulu. Satu atau dua hari sebelum pemanenan sidat tidak perlu diberi makan. Setelah panen dilakukan sidat hasil budidaya siap untuk dipasarkan. Selamat Mencoba.(Galeriukm).

Sumber : http://galeriukm.web.id/unit-usaha/perikanan/menjajal-peruntungan-budidaya-sidat

Thursday, December 22, 2011

Mengenal Ikan Sidat

Ikan sidat adalah ikan yang menyerupai ikan belut. Sidat mempunyai bentuk yang memanjang seperti ular, tidak mempunyai sirip perut dan punggung tidak berduri. Sisik pada ikan sidat berbentuk kecil membujur. Sirip dada sempurna, mata tertutup oleh kulit. Lubang hidung terletak di muka mata, mulut agak miring dan sampai melewati mata. Yang membedakannya dengan ikan belut, yaitu keberadaan sirip dada yang relatif kecil dan terletak tepat di belakang kepala sehingga mirip seperti daun telinga sehingga ikan sidat disebut juga sebagai belut bertelinga.

Menurut Nelson (1994) ikan sidat diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Subkelas : Neopterygii
Division : Teleostei
Ordo : Anguilliformes
Famili : Anguillidae
Genus : Anguilla
Species : Anguilla spp

Panjang tubuh ikan sidat bervariasi tergantung jenisnya yaitu antara 50-125 cm. Bentuk tubuh yang memanjang seperti ular memudahkan bagi sidat untuk berenang di antara celah-celah sempit dan lubang di dasar perairan. Ketiga siripnya yang meliputi sirip punggung, sirip dubur dan sirip ekor menyatu. Terdapat sisik sangat kecil yang terletak di bawah kulit pada sisi lateral. Perbedaan diantara jenis ikan sidat dapat dilihat antara lain dari perbandingan antara panjang preanal (sebelum sirip dubur) dan predorsal (sebelum sirip punggung), struktur gigi pada rahang atas, bentuk kepala dan jumlah tulang belakang.

Sidat merupakan ikan yang tinggal di dasar perairan. Jenis-jenis ikan tersebut menyebar di daerah-daerah yang berbatasan dengan laut dalam. Di perairan daratan (inland water) ikan sidat hidup di perairan estuaria (laguna) dan perairan tawar (sungai, rawa dan danau) dataran rendah hingga dataran tinggi. Jenis ikan sidat yang terdapat di perairan Indonesia paling sedikit memiliki enam jenis ikan sidat yakni: Anguilla mormorata, Anguilla celebensis, Anguilla ancentralis, Anguilla borneensis, Anguilla bicolor bicolor dan Anguilla bicolor pacifica. Ikan sidat banyak ditemukan di daerah-daerah yang berbatasan dengan laut dalam seperti pantai selatan Pulau Jawa, pantai barat Sumatera, pantai timur Kalimantan, pantai Sulawesi, pantai kepulauan Maluku dan Irian Barat.

Menurut Facey dan Avle (1987) dalam Ndobe (1994), tahap-tahap siklus hidup ikan sidat yang dikenal dengan beberapa nama umum yaitu : larva (leptocephalus), sidat kaca (glass eel), elver, sidat kuning (yellow eel) dan sidat perak (silver eel). Ikan sidat termasuk katadromous, aktif mencari makan di malam hari (nocturnal) dan hidup di perairan tawar kemudian bermigrasi (ruaya) ke laut dalam untuk melakukan pemijahan.

Ikan sidat di alam hidup bergerombol dan cenderung berada di dasar perairan. Post larva ikan sidat cenderung sebagai penghuni dasar perairan dan bersembunyi di dalam lubang, terowongan, potongan-potongan tanaman atau substrat lain sebagai pelindung (Facey dan Avyle, 1987 dalam Sholeh, 2004). Tingkah laku ini mencerminkan kebiasaan makan, strategi dalam menghindari predator dan pengaruh penangkapan.

Ikan sidat adalah jenis ikan yang tidak menyukai cahaya kuat dan merupakan ikan dasar yang suka bernaung khususnya pada waktu siang hari ketika cahaya matahari menembus sampai ke dasar sungai. Menurut Usui, (1974) dalam Sholeh, (2004), sidat aktif berenang pada malam hari tetapi ketika siang hari sidat akan bersembunyi di bawah onggokan tanah atau di bawah bebatuan.

Ikan sidat memiliki kandungan vitamin yang tinggi. Hati ikan sidat memiliki 15.000 IU/100 gram kandungan vitamin A. Lebih tinggi dari kandungan vitamin A mentega yang hanya mencapai 1.900 IU/100 gram. Bahkan kandungan DHA ikan sidat 1.337 mg/100 gram mengalahkan ikan salmon yang hanya tercatat 820 mg/100 gram atau tenggiri 748 mg/100 gram. Sementara kandungan EPA ikan sidat mencapai 742 mg/100 gram, jauh di atas ikan salmon yang hanya 492 mg/100 gram dan tenggiri yang hanya 409 mg/100 gram.

Perkembangan budidaya Sidat di Indonesia masih mengalami banyak kendala. Hal ini disebabkan karena sulitnya mendapatkan benih ikan sidat. Pembudidayaan ikan sidat di beberapa daerah masih mengandalkan benih dari alam sehingga pembudidayaannya sangat bergantung pada ketersediaan benih yang ada di alam.

Secara nasional perkembangan budidaya ikan sidat hanya terdapat di beberapa provinsi saja. Berdasarkan data statistic perikanan budidaya hanya daerah pulau jawa saja yang mengembangkan budidaya ikan sidat. Itu pun tidak semua provinsi. Data terakhir menunjukkan Jawa Timur sebagai penghasil ikan sidat terbesar di Indonesia dengan total produksinya pada tahun 2009 sebesar 1.308 ton. Melihat potensi yang sangat besar seharusnya budidaya sidat dapat berkembang dengan baik. Apalagi beberapa Negara seperti Jepang, Hongkong, Belanda, Jerman, Italia dan beberapa negara lain sangat menyukai ikan belut bertelinga ini. Harganya di pasaran dapat mencapai sebesar Rp. 100.000 – Rp. 300.000.

Agar budidaya sidat dapat berhasil ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membudidayakan ikan sidat antara lain, yaitu :

1. Suhu.
Pada pemeliharaan benih Ikan Sidat lokal, A. bicolor bicolor, suhu terbaik untuk memacu pertumbuhan adalah 29°C.

2. Salinitas.
Pada pemeliharaan Ikan Sidat lokal, A. bicolor bicolor (elver), salinitas yang dapat memberikan pertumbuhan yang baik adalah 6 – 7 ppt.

3. Oksigen Terlarut.
Kandungan oksigen minimal yang dapat ditolelir oleh Ikan Sidat berkisar antara 0,5 – 2,5 ppm.

4. pH.
pH optimal untuk pertumbuhan Ikan Sidat adalah 7 – 8.

5. Amonia (N H3- N) dan Nitrit (NO2-N).
Pada konsentrasi amonia 20 ppm sebagian Ikan Sidat yang dipelihara mengalami methemoglobinemie dan pada konsentrasi 30 – 40 ppm seluruh Ikan Sidat mengalami methemoglobinemie.

6. Kebutuhan nutrient.
Seperti halnya jenis ikan-ikan lain, Ikan Sidat membutuhkan zat gizi berupa protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Kadar protein pakan optimal adalah 45% untuk ikan bestir (juvenil) dan sekitar 50% untuk ikan kecil (fingerling).

Sumber : http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=132:mengenal-ikan-sidat&catid=57:berita
Gambar : http://sidomancing-jogja.blogspot.com/2010/03/kuminitas-pemancing-kotagede-kpk.html

Wednesday, December 21, 2011

Ikan Sidat Indonesia Yang Diincar Jepang

Benar jika dikatakan bahwa kekayaan kelautan dan perikanan Indonesia termasuk yang terbesar di dunia. Buktinya terlihat dari salah satu spesies ikan kegemaran warga Jepang, yaitu ikan sidat atau unagi, yang banyak hidup di perairan Indonesia.

Benih ikan sidat yang bisa hidup di air tawar dan asin itu ternyata menjadi incaran pengusaha perikanan Jepang karena harganya yang terbilang wah dan bisa mengucurkan yen ke kantong. Ambil contoh, ikan sidat jenis marmorata. Untuk membeli satu kilogramnya saja, Anda harus menyediakan uang setidaknya Rp 300.000.

Namun, ada juga 5 jenis ikan sidat lainnya yang salah satunya dijual seharga Rp 150.000 per kg, yakni jenis bicolor. Benihnya banyak ditemukan di perairan Palabuhan Ratu, Jawa Barat. Sampai saat ini, manusia belum bisa melakukan pemijahan terhadap benih ikan sidat tersebut. Pasalnya, ikan ini mensyaratkan pemijahan dilakukan di perairan laut dalam setelah benur lahir dan menjadi benih. Biasanya anakan sidat akan berenang ke muara sungai.

Di muara sungai itulah ikan itu besar sampai kemudian datang masa pemijahan lagi. “Jepang yang memiliki teknologi tinggi pun sampai sekarang belum bisa melakukan pemijahan tersebut,” papar Made Suita, Kepala Balai Pelayanan Usaha (BLU) Tambak Pandu, Karawang, Minggu (14/3/2010).

Alhasil, untuk pembudidayaan ikan sidat tersebut, benih harus didatangkan dari alam. Beberapa daerah yang sudah memiliki sebaran tersebut adalah perairan Poso, Manado, selatan Jawa terutama perairan Palabuhan Ratu, dan perairan di barat Sumatera.

Namun, tidak semua daerah itu benihnya bisa dimanfaatkan karena banyak nelayan yang belum mengerti cara untuk menangkapnya. Made menyebutkan, nelayan yang sudah memiliki kemampuan untuk menangkap benih sidat itu baru nelayan yang ada di Palabuhan Ratu. Wilayah ini memiliki palung dan muara sungai yang mengalir ke laut.

Nurdin selaku Kepala Bagian Budidaya di BLU Pandu Karawang bilang, kini sudah ada yang mengomersialkan keberadaan benih itu, terutama nelayan yang ada di Palabuhan Ratu. Mereka sudah mengetahui potensi pasar benih ikan sidat, yang satu kilogramnya atau sekitar 5.000 benih dijual seharga Rp 150.000 per kg. Pembelinya pun kebanyakan datang dari Taiwan, Korea, China, Vietnam, dan tentunya Jepang.

Namun sebagian masyarakat Indonesia belum mengerti keberadaan bibit ikan sidat tersebut. Di Poso dan Manadi, misalnya, benih ikan sidat tersebut bahkan dijadikan ikan yang digoreng dengan rempeyek. Menurut Nurdin, ketika warga tidak mengetahuinya, ikan sidat itu menjadi ikan biasa seperti teri.

Pembeli benih ikan sidat dari berbagai negara kini sudah banyak mengincarnya. Sementara itu, pembeli benih domestik hanya memanfaatkannya untuk kebutuhan budidaya yang ada di Karawang, Cirebon, dan Indramayu. Yang menyulitkan bagi pembudidaya di dalam negeri adalah mereka tidak memiliki akses langsung ke pasar ekspor. Adapun di pasar dalam negeri, mereka tidak bisa berharap banyak karena konsumen domestik tidak menyukai ikan sidat dan juga karena harganya yang mahal.

“Untuk membudidayakannya juga ada persyaratan jika ingin ekspor ke Jepang sehingga pembudidaya ikan sidat sulit untuk ekspor ke sana,” kata Nurdin. Salah satu cara untuk bisa menembus pasar Jepang adalah dengan menjalin kerja sama terhadap perusahaan Jepang yang sebelumnya sudah berbisnis ikan sidat. Nurdin bilang, ikan sidat cukup mahal karena proses perawatannya yang membutuhkan waktu lebih panjang, yakni 3-4 bulan. Adapun pakan utamanya adalah pelet dengan protein tinggi yang dijual seharga Rp 9.000 per kg. Selain itu, ikan juga butuh pakan tambahan berupa keong mas yang sudah dipotong-potong.

Dalam perawatannya pun, suplai oksigen harus dijaga karena ikan sidat membutuhkan air dengan tingkat larutan oksigen tinggi. Adapun tingkat kehidupan rata-rata ikan sidat tersebut mencapai 75 persen dari bibit yang ditebar. “Jika ingin detailnya, maka silakan datang ke BLU Tambak Pandu Karawang. Kami akan berikan informasi detailnya,” undang Nurdin.

Saat ini di BLU Pandu Karawang terdapat mitra kerja sama dari Jepang, yakni Asama Industry Co Ltd. Mitra ini bekerja sama dengan PT Suri Tani Pemuka yang melakukan kerja sama untuk memproduksi ikan sidat di BLU Pandu Karawang. Ikan sidat yang sudah diproduksi tersebut bisa diekspor langsung ke Jepang karena sudah ada yang menampung. Sayang, Made tidak mau menyebutkan angka ekspor dari perusahaan mitranya tersebut.

Saat ini yang dibutuhkan oleh pembudidaya ikan sidat adalah membuka kerja sama dengan pemasok ikan sidat yang ada di pasar dunia. Menurut Made, pasar yang sangat menarik dan belum banyak disentuh adalah pasar ikan sidat untuk kebutuhan non-Jepang. “Yang mengonsumsi itu tidak hanya Jepang. Taiwan, Korea, dan China juga sangat menyukai ikan ini,” ungkap Made.

Butuh proteksi ekspor benih

Masalah yang dihadapi oleh pembudidaya ikan sidat ini adalah masalah daya saing yang ketat dengan negara produsen lainnya. Negara yang sudah mengembangkan budidaya ikan sidat ini adalah Vietnam dan Korea, demikian juga dengan Jepang sendiri. Anehnya, kata Made, budidaya di dua negara tersebut mendapatkan benih ikan sidat dari Indonesia.

Padahal, kata Made, Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah memproteksi ekspor benih ikan sidat dengan alasan guna melindungi spesies dan untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. “Namun, pembudidaya ikan sidat di Jepang itu sendiri ternyata adalah orang Indonesia,” ungkap Made.

Termasuk yang ada di Korea dan juga Vietnam, benih ikan sidat itu diindikasi berasal dari Indonesia. Made mengindikasi bahwa banyak benih ikan sidat dari Indonesia berseliweran keluar negeri dan dibudidayakan di luar negeri. “Kontainer saja yang besar bisa diselundupkan, apalagi benih yang kecil ini,” ujar Made. Jika penyelundupan benih itu bisa diatasi, maka produksi ikan sidat dari budidaya di dalam negeri bisa sangat diandalkan sebagai nilai tambah bagi pembudidaya di dalam negeri, termasuk menambah devisa negara.

Sumber : http://teknologihasilperikanan-unsri.blogspot.com/2010/08/ikan-sidat-indonesia-yang-diincar.html

Tuesday, December 20, 2011

Terobosan Baru Budidaya Perikanan Ikan Sidat Dalam Kota

A.Pengantar
Pertambahan penduduk dunia meningkatan kebutuhan akan sumber protein makanan daging dan ikan. Penangkapan ikan yang hampir tidak terkendali dan dampak pencemaran laut oleh limbah rumah tangga, industri atau tumpahan minyak yang semakin meluas, mengurangi dan memutus siklus kehidupan ikan diperairan diseluruh dunia sehingga menjadikan perbandingan antara kebutuhan dan ketersediaan semakin besar dan tajam.

Pada sisi lain manfaat ikan semakin disadari sebagai pemacu pertumbuhan tubuh manusia, peningkatan kemampuan otak manusia, mencegah penyakit kolestrol / penyakit jantung, serta manfaat lain bagi kesehatan manusia, sehingga kebutuhan ikan semakin bertambah tambah. Salah satu jenis ikan yang dianggap sangat bermanfaat bagi manusia (Jepang dan Korea) adalah ikan belut atau sidat atau eel (anguilla bicolor) karena dengan mengkonsumsi ikan secara teratur bangsa Jepang dan Korea disamping memacu pertumbuhan tinggi badan juga menstimulasi intelektual bangsa dan menjadi mereka sebagai negara industri dan modern. Jepang mengimport ikan sidat dari China dan Vietnam hampir 500.000 ton pertahun dan permintaan tetap bertambah, namun sukar dipenuhi karena pencemaran lingkungan di kedua negara ini pun telah semakin parah akibat pertumbuhan industri. Negara negara Eropa juga merupakan pasaraan yang berpotensi tinggi karena mereka juga banyak mengkonsumsi ikan.

Makan ikan sidat atau dikenal dengan Unagi, bukanlah makanan biasa, tetapi termasuk termahal di resetoran Jepang sehingga bila kita dijamu dengan hidangan makanan tersebut, menunjukkan kita sebagai tamu terhormat. Unagi merupakan suguhan makanan bagi pertemuan pembisnis besar dan terkenal atau tokoh tokoh penting. Karenanya yang terlibat dalam bisnis sidat disana adalah perusahaan besar multi nasional seperti Mitsui, Marubeni, Sasakawa dan lainnya dan perusahaan ini baru mau bekerjasama bila kita mampu memasok kontrak diatas 5.000 ton pertahun.

Indonesia hingga saat ini belum mampu berbuat, walau ada 3 wilayah khusus di perairan kita sebagai tempat pengembangan telur ikan sidat yaitu Teluk Toli Toli, Sorong Barat dan Pelabuhan Ratu. Ciri khas ikan sidat adalah bertelur di laut dalam, menetas di muara muara sungai dan membesar di air tawar. Penangkapan yang ada saat ini sangat terbatas dalam jumlah kecil, sehingga harus dikembangkan melalui pengembangan budi daya bilamana hendak dijadikan komoditi ekspor yang potensil.

Karena tingginya permintaan ekspor ikan sidat serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi ikan, khususnya ikan sidat, kami mengundang para pensiunan maupun yang di pensiun dini atau yang di PHK, para artis serta investor lainnya ikut dalam program kami“. Membudidayakan ikan ditengah perkotaan/ pemukiman guna memenuhi kebutuhan komoditi ekspor serta mencerdaskan bangsa dengan keuntungan pasti”.

B. Methode Pengembangan.
Keberhasilan pengembangan budidaya ikan sangat ditentukan oleh 3 (tiga) faktor yaitu: Benih ikan, Air serta Pakan atau Makanan ikan.
1. Benih ikan sidat ukuran 8-15 cm (fingerling) akan dipasok oleh perusahaan pembibitan / hatchery (lokasi di Pelabuhan Ratu, Jabar). Pada skala ukuran bibit seperti ini, tingkat kematian / mortalitas di pembesaran maksimal 2%, sedang di pembibitan mencapai 30%.

2. Air sebagai media pembesaran sidat ditempatkan dalam fibreglaas bulat, lebar 300 cm tinggi 75 cm per unit dengan sistem MSWPS (Multi Stage Water Purification System) berdasarkan konsep ” menciptakan lingkungan yang sehat untuk ikan” sehingga ikan bebas dari predator pemangsa, virus, bakteri dan cemaran (polutan), temperatur dan pH yang stabil, sekaligus secara otomatis menyaring kotoran ikan dan sisa makanan dan mengalirkan kembali air ke dalam kontainer.

3.Pakan dengan formula khusus akan dipasok perusahaan dan konsentratnya disesuaikan dengan umur dan tingkat pertumbuhan sidat atau jenis ikan lainnya yang dibudi dayakan. (tidak ada dipasar)
Jangka waktu pembesaran ikan sidat antara 10 – 12 bulan dengan populasi bibit 4.000 ekor per kontainer atau rata rata 1.000 kg setiap di panen.

C. Pemasaran.
Seluruh hasil pembesaran para investor akan dibeli dan ditampung oleh Perusahaan untuk diproses sebagai bahan makanan jadi bersertifikat sesuai standar dan keinginan pembeli di luar negeri maupun kebutuhan lokal.

D.Paket Investasi Proyek Pembesaran Sidat
1. Investasi Peralatan dan Perlengkapan. (dalam 000 rupiah)
a. 10 bak type 1.000 fibre glaas (3mx75cm) a Rp.5.000 = Rp. 50.000.
b. 2 unit M. S Waste Water Recycling System a Rp.7.000 = Rp. 14.000.
c. 3 unit Tangki air Plastik size 1.500 L a Rp. 1.000 = Rp. 3.000.
d. 1 unit Tangki air stainless steel size 1.200 L a Rp. 2.500 = Rp. 2.500.
e. 1 unit instalasi air dan listrik a Rp. 5.000 = Rp. 5.000.
f. 160 m2 rangka besi dan atap seng a Rp. 350 = Rp. 56.000.
g. Biaya penyambungan baru PLN 6.600 watt = Rp. 5.000.
---------------------------------
T o t a l = Rp.135.500.

2. Biaya Operasional (10 bulan)
a. Pasta/ Pakan 10.000 kg a Rp. 0.75 = Rp. 75.000.
b. 2 unit Perawatan MSWWRS a Rp. 9.000 = Rp. 18.000.
c. Biaya listrik PLN a Rp. 1.750 = Rp. 17.500.
----------------------------------
T o t a l = Rp.110.500.
----------------------------------
Grand Total = Rp.250.000.
(Dua ratus lima puluh juta rupiah)

E. Hasil Panen ( 10 bulan/ 10 bak)
4 ( empat) ekor per kg atau 40.000 ekor / 10 bak tahun, panen pertama
menghasilkan 10.000 kg sidat a Rp. 25.000 = Rp. 250.000.
Panen pertama hasilnya telah dapat mengembalikan investasi (0) sedang untuk panen kedua dan berikutnya dengan jangka waktu penghapusan instalasi 15 tahun (Rp. 135.000.000 – Rp, 5.000.000 (penyambungan PLN = Rp. 130.000.000) menghasilkan Rp.130.000.000 / panen atau 117.64%.

F. Penutup.
Indonesia memiliki pantai 81.000 km, luas perairan lebih 6.000.000 km2 dan potensi ikan cukup besar namun terkendala dengan masalah pencurian ikan, kurangnya peralatan kapal, tiadanya industri pengolahan, ancaman pencemaran di laut Jawa dan permasalahan lainnya.

Budidaya ikan dalam kontainer, terkendali dan terprogram dan dapat dilakukan di rumah / pekarangan maupun lahan lainnya dengan modal yang relatif kecil. Kami memberikan bimbingan dan pengawasan sepenuhnya sehingga risiko ditekan seminimal mungkin, bahkan kami bersedia memberi ganti rugi bila investasi anda gagal. Harga akan semakin baik dari waktu kewaktu sehingga tingkat keuntungan akan bertambah, disamping meningkatnya mutu intelegensia anak anak dengan membiasakan mengkonsumsi ikan (sidat) yang dihasilkan sendiri. Pembudidayaan ikan dengan sistem ini dapat dilakukan secara bersama di komplek perumahan dengan memiliki 1 (satu) unit produksi (10 kontainer) secara patungan. Investasi ini sangat menenangkan karena perkembangan setiap hari, minggu dan bulan dapat dimonitor sekaligus menghilangkan stress dan ancaman sakit jantung yang semakin meluas diderita masyarakat.

Sumber : http://kagindo.indonetwork.co.id/405797/investasi-budidaya-ikan-sidat-anguilla-sp.htm

Thursday, December 15, 2011

Pedoman Cara Budidaya Ikan Sidat

Ikan Sidat (anguilla bicolor), termasuk familiAnguillidae, ordo Apodes. Di Indonesia diperkirakan paling sedikit terdapat 5 (lima) jenis Ikan Sidat, yaitu : Anguilla encentralis, A. bicolor bicolor, A. borneonsis, A. Bicolor Pacifica, dan A. celebensis. Ikan Sidat mungkin tidak dikenal oleh banyak orang di sini. Tapi, di berbagai negara ikan sidat jadi makanan primadona yang harganya sangat mahal.

Permintaan ekspor sidat terus meningkat. Harga jualnya juga mencengangkan. Sayangnya, teknik pendederan dan pembesaran yang menjadi kunci dihasilkannya sidat berkualitas dan layak ekspor belum banyak dikuasai.

Ikan sidat adalah sejenis belut, namun bentuknya lebih panjang dan besar. Ada yang mencapai 50 cm. Memang tidak enak dilihat. Tapi siapa sangka, konsumen asing menganggap cita rasa ikan sidat enak dan memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kalau di restoran Jepang, ikan ini sebutannya Unagi.

Kandungan vitamin A mencapai 4.700 IU/100 gram, sedangkan hati ikan sidat lebih tinggi lagi, yaitu15.000 IU/100 gram. Lebih tinggi dari kandungan vitamin A mentega yang hanya mencapai 1.900 IU/100 gram.

Bahkan kandungan DHA ikan sidat 1.337 mg/100 gram mengalahkan ikan salmon yang hanya tercatat 820 mg/100 gram atau tenggiri 748 mg/100 gram.

Sementara kandungan EPA ikan sidat mencapai 742 mg/100 gram, jauh di atas ikan salmon yang hanya 492 mg/100 gram dan tenggiri yang hanya 409 mg/100 gram.

Teknologi budi daya masih baru di Indonesia. Budi daya ikan sidat di Indonesia baru ditemukan sekitar tahun 2007 oleh Satuan Kerja Tambak Pandu Karawang, yang merupakan UPT Ditjen Perikanan Budi Daya, Departemen Kelautan dan Perikanan. Padahal ikan sidat sudah cukup lama dibudidayakan di Jepang dan Thailand. Asal tahu saja, pengembangan budi daya kedua negara menggunakan benih dari Indonesia.
“Melihat permintaan pasar dunia yang sangat besar mendorong kami untuk melakukan penelitian budi daya ikan sidat,”

Ikan Sidat tumbuh di perairan tawar (sungai dan danau) hingga mencapai dewasa, setelah itu Ikan Sidat dewasa beruaya ke laut dalam untuk melakukan reproduksi. Larva hasil pemijahan akan berkembang, dan secara berangsur-angsur terbawa arus ke perairan pantai. Ikan Sidat yang telah mencapai stadia elver (glass eel) akan beruaya dari perairan laut ke perairan tawar melalui muara sungai.

Harga ikan memang sangat menggiurkan. Harga di tingkat petani ikan sidat untuk elver dengan harga jual antara Rp. 250.000/kg. Untuk ukuran 10-20 gram berkisar antara Rp 20.000-Rp 40.000/kg, sedangkan ukuran konsumsi >500 gram untuk jenis Anguilla bicolor pada pasar lokal rata-rata Rp 75.000/kg; jenis Anguilla marmorata Rp 125.000-Rp 175.000/kg.

Larva Sidat (elver) berhubungan dengan musim. Diperkirakan larva Ikan Sidat dimulai pada awal musim hujan, akan tetapi pada musim tersebut faktor arus sungai dan keadaan bulan sangat mempengaruhi intensitas ruayanya.
Ikan Sidat termasuk ikan karnivora. Di perairan umum Ikan Sidat memakan berbagai jenis hewan, khususnya organisme benthik seperti crustacea (udang dan kepiting), polichatea (cacing, larva chironomus dan bivalva serta gastropods). Aktivitas makan Ikan Sidat umumnya pada malam hari (nokturnal).

Ikan Sidat telah dibudidayakan secara intensif di Eropa khususnya di Norwegia, Jerman dan Belanda serta Asia, yaitu : Jepang, Taiwan dan China daratan. Di negara-negara lain seperti Australia, Indonesia dan beberapa negara Eropa dan Afrika Barat umumnya produksi Ikan Sidat masih mengandalkan dari hasil penangkapan di alam.. Ikan Sidat dapat dibudidayakan di dalam ruangan tertutup (indoor) dan di luar ruangan (outdoor). Di Indonesia dengan suhu lingkungan yang relatif konstan sepanjang tahun maka pemeliharaan Ikan Sidat dapat dilakukan di luar ruangan (out door).

justify;”> Secara praktis Ikan Sidat dapat dibudidayakan di kolam tanah berdinding bambu, kolam beton (bak beton), pen dan keramba faring apung. Apa pun jenis wadah yang digunakan dalam budidaya Ikan Sidat yang hamus diperhatikan adalah bagaimana mencegah lolosnya ikan dari media budidaya.

Lingkungan Perairan yang Baik untuk Budidaya Ikan Sidat
a. Suhu.

Pada pemeliharaan benih Ikan Sidat lokal, A. bicolor bicolor, suhu terbaik untuk memacu pertumbuhan adalah 29°C.
b. Salinitas.
Pada pemeliharaan Ikan Sidat lokal.,, A. bicolor bicolor (elver), salinitas yang dapat memberikan pertumbuhan yang baik adalah 6 – 7 ppt.
c. Oksigen Terlarut.
Kandungan oksigen minimal yang dapat ditolelir oleh Ikan Sidat berkisar antara 0,5 – 2,5 ppm.
d. pH.
pH optimal untuk pertumbuhan Ikan Sidat adalah 7 – 8.
e. Amonia (N H3- N) dan Nitrit (NO2-N)
Pada konsentrasi amonia 20 ppm sebagian Ikan Sidat yang dipelihara mengalami methemoglobinemie dan pada konsentrasi 30 – 40 ppm seluruh Ikan Sidat mengalami methemoglobinemie.

Kebutuhan Nutrien
Seperti halnya jenis ikan-ikan lain, Ikan Sidat membutuhkan zat gizi berupa protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.
Kadar protein pakan optimal adalah 45% untuk ikan bestir (juvenil) dan sekitar 50% untuk ikan kecil (fingerling).

Budidaya Ikan Sidat Pada Jaring Apung
a. Jaring Apung.

Satu unit jaring apung memiliki empat kolam berukuran 7 x 7 m, dengan jaring berukuran 7 x 7 x 2,5 m dan mata jaring 2,5 inchi. Untuk menghindari lolosnya ikan, disekeliling tepian kolam bagian atas diberi penutup dari hapa dengan lebar 60 cm.
b. Benih Ikan Sidat.
Benih Ikan Sidat (Anguilla bicolor) berbobot 15 – 20 gram per ekor dengan panjang 20-30 cm.. Benih Ikan Sidat diperoleh dari Pelabuhan Ratu hasil tangkapan nelayan di perairan umum.
c. Padat Penebaran.
Setiap kolam ditebar 100 kg benih Ikan Sidat.
d. Pakan.
Pakan yang diberikan adalah pakan buatan berbentuk pasta dengan kandungan :
¦ Protein 47,93%
¦ Lemak 10,03%
¦ Seratkasar 8,00%
¦ BETN 8,32%
¦ Abu 25,71%
Pakan diberikan sebanyak 3% dari berat total ikan Konvensi pakan sebesar 1,96.
Dengan konvensi tersebut akan diperoleh laju perturnbuhan
rata-rata 1,46`% dengan mortalitas 9,64 %.
e. Masa Pemeliharaan dan Panen.
Pemeliharaan Ikan Sidat pada kolam keramba jaring apung selama 7 – 8 bulan, dan masa. panen secara bertahap dapat dimulai pada masa pemeliharaan 4 bulan.
Ukuran Ikan Sidat yang, dipanen dapat – mencapai ukuran. konsumsi yaitu 180 – 200 gram per ekor.

Pemeliharaan ikan Sidat pada kolam keramba jaring apung merupakan salah satu alternatif dalam rangka penganekaragaman budidaya ikan pada kolam keramba jaring apung. Namun dalam penerapannya masih perlu diperhatikan kondisi serta kualitas perairan umum yang dipergunakan.

Sumber : http://carabudidaya.com/cara-budidaya-ikan-sidat/

Wednesday, December 14, 2011

Budi Daya Ikan Sidat Peluang Ekspor yang Sangat Menggiurkan

Ikan sidat (Anguilla sp) mungkin tidak dikenal oleh banyak orang di sini. Tapi, di berbagai negara ikan sidat jadi makanan primadona yang harganya sangat mahal.

Ikan sidat adalah sejenis belut, namun bentuknya lebih panjang dan besar. Ada yang mencapai 50 cm. Memang tidak enak dilihat. Tapi siapa sangka, konsumen asing menganggap cita rasa ikan sidat enak dan memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kalau di restoran Jepang, ikan ini sebutannya Unagi.

Kandungan vitamin A mencapai 4.700 IU/100 gram, sedangkan hati ikan sidat lebih tinggi lagi, yaitu15.000 IU/100 gram. Lebih tinggi dari kandungan vitamin A mentega yang hanya mencapai 1.900 IU/100 gram.

Bahkan kandungan DHA ikan sidat 1.337 mg/100 gram mengalahkan ikan salmon yang hanya tercatat 820 mg/100 gram atau tenggiri 748 mg/100 gram. Sementara kandungan EPA ikan sidat mencapai 742 mg/100 gram, jauh di atas ikan salmon yang hanya 492 mg/100 gram dan tenggiri yang hanya 409 mg/100 gram.

Teknologi budi daya masih baru di Indonesia. Budi daya ikan sidat di Indonesia baru ditemukan sekitar tahun 2007 oleh Satuan Kerja Tambak Pandu Karawang, yang merupakan UPT Ditjen Perikanan Budi Daya, Departemen Kelautan dan Perikanan. Padahal ikan sidat sudah cukup lama dibudidayakan di Jepang dan Thailand. Asal tahu saja, pengembangan budi daya kedua negara menggunakan benih dari Indonesia.
“Melihat permintaan pasar dunia yang sangat besar mendorong kami untuk melakukan penelitian budi daya ikan sidat,” kata Kepala Satuan Kerja Tambak Pandu Karawang Made Suitha.

Sidat kini menjadi salah satu peluang bisnis yang sangat besar. Ekspor ikan sidat terutama ke Macau, Taiwan, Jepang, China dan Hongkong. Potensi pasar negara lain yang belum digarap antara lain Singapura, Jerman, Italia, Belanda dan Amerika Serikat.

Peluang ekspor dari Indonesia kian terbuka lebar. Produksi ikan sidat dari Jepang dan Taiwan mulai terbatas karena kekurangan bahan. Kedua negara otomatis mengurangi ekspor, sedangkan produksi ikan sidat dari China diketahui menggunakan zat kimia.
Negara produsen ikan sidat akhirnya mencari alternatif pasar benih, termasuk dari Indonesia. “Tapi Indonesia tidak akan menjual benih, lebih baik dikembangkan di sini sehingga investor dari luar juga datang,” tegas Made.

Harga ikan memang sangat menggiurkan. Harga di tingkat petani ikan sidat untuk elver dengan harga jual antara Rp. 250.000/kg. Untuk ukuran 10-20 gram berkisar antara Rp 20.000-Rp 40.000/kg, sedangkan ukuran konsumsi >500 gram untuk jenis Anguilla bicolor pada pasar lokal rata-rata Rp 75.000/kg; jenis Anguilla marmorata Rp 125.000-Rp 175.000/kg.

Bantuan Teknologi
Pengembangan budi daya ikan sidat di Pandu Karawang sangat berhasil. Made mengungkapkan bahwa harga ikan yang cukup tinggi menarik masyarakat untuk membudidayakan ikan sidat. Bahkan Pandu Karawang siap memberikan bantuan dalam bentuk teknologi budi daya bagi masyarakat yang ingin berwirausaha. Saat ini, beberapa kelompok masyarakat melakukan pembudidayaan ikan sidat di tambak Pandu Karawang, namun juga ada yang perorangan.

“Kami menyediakan lahan yang bisa disewa maksimal dua tahun. Setelah itu mereka harus mandiri, untuk memberi kesempatan pada masyarakat lain yang ingin belajar budi daya ikan sidat,” jelas Made.
Budi daya ikan sidat relatif tidak sulit. Apalagi rasio hidup sangat tinggi, sekitar 90 persen, karena punya data tahan kuat terhadap penyakit.
Made mengemukakan, lamanya budi daya ikan sidat tergantung ukuran benih. Dia mengatakan, paling banyak yang dibudidayakan adalah ukuran 200 gram untuk menghasilkan panen ukuran > 500 gram. Lama budi daya maksimal lima bulan.

Tingkat produktivitasnya juga cukup bagus. Untuk satu ton benih, diperkirakan bisa menghasilkan 5 ton ikan sidat. Sekarang, semakin banyak investor yang berkeinginan membudidayakan ikan sidat, sebab, budi daya ikan sidat dipastikan menguntungkan. Tertarik?

Sumber : http://gubugnusantara.wordpress.com/2011/06/09/budi-daya-ikan-sidat-peluang-ekspor-yang-sangat-menggiurkan/